Keikhlasan beribadah menghendaki perintah
dipatuhi karena ia diperintahkan syariat, dan larangan dijauhi karena
itu kehendak syariat. Tahu hikmahnya atau tidak syariat tetap wajib
dijalankan. Hikmah syariat tidak lain kecuali penguat terhadap kelayakan
hukum tertentu untuk dilaksanakan. Olehnya itu, mengetahui kelayakan
hukum tersebut untuk dijalani bukanlah tugas hamba. Akan tetapi,
tugasnya sekedar mengerjakannya karena ia perintah dan meninggalkannya
karena ia larangan.
Yang diketahui bersama,
sahabat menyandang derajat keimanan tertinggi karena mereka mematuhi
syariat sesuai dengan apa yang diwahyukan, tanpa menanyakan sebelumnya:
“kenapa ini diperintahkan? Kenapa pula itu dilarang?” Mereka
mengerjakannya dengan sepenuh jiwa, raga, dan hati, tanpa memedulikan
hikmah-hikmah penetapannya. Dengan sikap seperti ini, mereka dipuji oleh
teks-teks syariat yang abadi sehingga menjadi teladan oleh generasi
mendatang, seperti: Q.S. At-Taubah [9]: 100, dan hadits Nabi Saw berikut
ini:
(لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى! لاَ تَسُبُّوا
أَصْحَابِى! فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا
بَلَغََ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ). كذا في صحيح الإمام البخاري،
وفي صحيح الإمام مسلم زيادة لفظ: (فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ).
“Janganlah mencela sahabat-sahabatku!
Janganlah mencela sahabat-sahabatku! Seandainya salah seseorang di
antara kalian menafkahkan hartanya (berupa emas) setinggi gunung Uhud,
maka itu pun belum menyamai pengorbanan salah seorang dari mereka atau
seperduanya.”[[2]]
Demikian periwayatan ini di Shahîh Imam Bukhâari. Di Shahîh Imam Muslim ada tambahan kalimat, yaitu Sabda Rasul Saw: “Demi jiwaku yang ada di genggaman-Nya. Seandainya…”
Karena keikhlasan beribadah lebih jauh
ditentukan oleh cara menyikapi hikmah-hikmah syariat, maka di sini saya
mengajak Anda menelaah pernyataan Ustadz Said Nursi sebelum saya
mengajak Anda yang kedua kalinya untuk menjawab pertanyaan berikut ini:
“Kenapa jilatan anjing dibersihkan dengan tanah sesuai dengan ketetapan
syariat? Bukan dengan air? Bukankah Air alat pembersih utama dari
pelbagai jenis kotoran? Apakah di sini tanah punya kelebihan yang tidak
dimiliki air? Tolong jelaskan dari dimensi mana saja sesuai dengan
teks-teks yang sampai di tangan Anda?”
Ustadz Nursi dalam menyikapi hikmah-hikmah syariat [[3]] berkata:
“Sesungguhnya tujuan ibadah adalah
mematuhi ketetapan Allah SWT dan menggapai keridhaan-Nya. Yang mendorong
lahirnya ibadah adalah perintah Allah SWT, dan hasilnya mencapai
keridhaan tersebut. Adapun buah dan faedah ibadah itu sendiri bersifat
ukhrawi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan adanya faedah ibadah
yang bersifat duniawi, dengan syarat faedah duniawi tersebut bukanlah
tujuan utama dan tidak menjadi dasar penegakan ibadah tertentu. Olehnya
itu, faedah-faedah yang lahir dengan sendirinya di dunia tidak menyalahi
keikhlasan beribadah, tetapi ia diposisikan sebagai motivator dan
penarjih kelayakan ibadah tersebut untuk dilaksanakan bagi masyarakat
awam. Jika faedah-faedah duniawi itu telah menjadi sebab utama penegakan
ibadah, wirid, dan dzikir, maka sesungguhnya ia telah merusak hakikat
ibadah-ibadah itu sendiri, bahkan wirid, sebagai salah satu contoh, yang
punya pelbagai keistimewaan menjadi mandul tidak membuahkan hasil.”[[4]]
Jika Anda telah menyadari ini, maka
sekarang Anda diajak menjawab pertanyaan di atas. Dari teks-teks yang
sampai di tangan penulis, ia melihat bahwa membersihkan jilatan anjing
dengan tanah faedahnya disimpulkan oleh dua dimensi besar, yaitu dimensi
kesehatan dan kehidupan. Setiap dari dimensi itu punya koleksi makna
yang menyuarakan ketuhanan dan keesaan Allah SWT.
Mari kita lihat dimensi medis tanah
sebagai alat pembersih efektif terhadap air liur anjing sebagaimana yang
dilaporkan oleh tulisan singkat DR. Shâlih Ahmad Ridha’, beliau
berkata:
“Dari Abu Huraira Ra, Rasul Saw bersabda:
(طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ).
“Kebersihan bejana kalian jika dijilat anjing yaitu dengan mencucinya tujuh kali, awalnya dengan tanah.”[[5]]
Di antara ulama ada yang heran
terhadap kandungan hadits ini, mereka berkata: “bagaimana tanah bisa
menjadi alat pembersih, sementara ia menjadikan segala sesuatu yang
disentuhnya kotor?”
Pertanyaan di atas terjawab pada abad
ini oleh pelbagai kajian ilmiah yang melibatkan teknologi modern. Di
antara kajian-kajian tersebut, kajian tentang hubungan tanah dengan
penyakit anjing (Rabies) [[6]].
Rabies penyakit yang terdapat di air liur anjing dan ditularkan ke
manusia. Anjing kadang membawa penyakit ini meskipun ia kelihatan sehat.
Kajian tersebut telah diuji coba di
Spanyol beberapa tahun silam. Demikian pula oleh kelompok saintis
Pakistan baru-baru ini yang menemukan bahwa virus-virus rabies pada
anjing tidak akan bersih dicuci dengan air. Akan tetapi, ia akan bersih
dan tidak meninggalkan bekas apapun di bejana dengan tanah.”[[7]]
Pernyataan yang sama diberikan oleh DR. Kamal al-Mowil, beliau berkata:
“Virus penyebab Rabies sangat kecil,
dan setiap kali zat virus itu tambah kecil maka ia pun tambah berbahaya,
karena kemungkinan besar ia melekat di dinding-dinding bejana. Di sini,
membersihkannya dengan tanah lebih kuat dari air. Tanah membuka air
liur dan mengangkat virus-virusnya dengan begitu kuat dari semprotan
air, atau dengan sapuan tangan. Itu terjadi karena tanah lebih kuat
memberikan tekanannya pada benda cair, seperti air liur anjing. Di
Fisika dicontohkan dengan tekanan kapur terhadap tinta.”[[8]]
Kedua teks medis ini mengundang tanya
terhadap apa yang dimiliki tanah sehingga ia punya keampuhan pembersih
yang luar biasa dalam hal ini, melebihi kemampuan air dan benda-benda
lain. Di antara teks medis yang sampai di tangan penulis laporan Dr.
Arwa Abdurrahman Ahmad (Guru besar Mikrobiologi di Universitas Sana’a,
Yaman) yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan di atas. Beliau
mengatakan:
“Di saat mencermati mikroorganisme
(makhluk hidup yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya
diperlukan alat bantu) yang ada di tanah, terlihat bahwa di sana
terdapat mikroorganisme yang punya manfaat terhadap makhluk hidup lain
di sekitarnya. Mereka berfungsi menyuburkan tanah, membantu
tumbuh-tumbuhan menyerap pupuk dan nitrogen, dan ikut andil memerangi
mikroba-mikroba bersel tunggal (uniseluler) yang menyebabkan pelbagai
penyakit.
Fungsi tanah yang terakhir ini
memberi indikasi kuat bahwa ia bisa menjadi media penyembuhan. Fungsi
seperti ini telah digarisbawahi sebelumnya oleh Rasul Saw di hadits
berikut ini:
(بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا).
“Dengan menyebut nama Allah tanah
bumi kami dengan air liur sebagian dari kami, obat terhadap orang sakit
dengan izin Tuhan Kami.”[[9]]
Saya telah melakukan penelitian dalam bidang ini dengan mengangkat spesies Streptomyces [[10]]
dari tanah Yaman yang memproduksi anti biotik (Species of
Streptomyces-producing antibiotics isolated from Yemen soil). Penelitian
ini mencatat 43 dari species Streptomyces yang punya kemampuan meredam
pergerakan bakteri-bakteri negatif. Di antara spesies itu ada yang
menghasilkan anti biotik berwarna putih setelah bersentuhan dengan Etil
asetat yang melahirkan molekul-molekul, dan selanjutnya disaring secara
Kromatografi [[11]].”[[12]]
Di lain sisi, unsur-unsur tubuh serupa
dengan unsur-unsur tanah. Yang diketahui saintis sampai sekarang bahwa
terdapat di dalam tubuh 22 unsur yang terdiri dari:
- Oksigen (O), Hidrogen (H), dalam bentuk air sebesar 65%-75% dari massa tubuh manusia.
- Karbon (K), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), mereka membentuk dasar senyawa organik yang terdiri dari gula dan lemak, protein, vitamin, hormon atau enzim.
- unsur-unsur padat yang terdiri dari:
a. 6 unsur, yaitu: Clor (Cl), Belerang
atau Sulfur (S), Magenesium (Mg), Kalium (K), Natrium atau Sodium (Na),
mereka membentuk 60%-80% massa.
b. 6 unsur yang persentasenya sedikit
dibanding persentase unsur-unsur di atas, yaitu: Besi (Fe), Tembaga
(Cu), Yodium (I), Mangan (Mn), Kobalt (Co), Seng (Zn), dan Molibdenum
(Mo).
c. 6 unsur yang punya persentase paling
sedikit dalam tubuh, yaitu: Flour (F), Aluminium (Al), Bromin atau Brom
(Br), Selenium (Se), Kadmiun (Cd), dan Kromium atau Krom (Cr).
Semua unsur-unsur tubuh tersebut terdapat
di tanah. Tentunya, ini adalah dalil ilmiah bahwa manusia tercipta dari
tanah. Olehnya itu, ia layak untuk dijadikan sebagai media pengobatan.
Hal ini telah ditegaskan sebelumnya dalam ayat ini:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ ﴿١٢﴾
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.” (Q.S. Al-Mu’minum [23]: 12)
Hematnya, karena tanah pembersih kedua
setelah air dalam hal-hal tertentu sebagaimana dalam syariat, ia pun
disifati oleh Al-Qur’an sebagai zat yang suci dan menyucikan. Allah SWT
berfirman:
وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا
بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ
“Dan jika kamu sakit, atau dalam
perjalanan, atau kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih).” [[13]] (Q.S. Al-Maidah [5]: 6)
Label kesucian tanah ini yang disuarakan
Al-Qur’an membungkam mulut orang-orang yang meragukan kebenaran hakikat
syariat. Olehnya itu, telah jelas sejelas terik mentari di siang hari
bahwa tidak ada hukum yang ditetapkan syariat kecuali itu sesuai dengan
fitrah penciptaan dan relevan dengan kemaslahatan manusia meski datang
dari satu sisi.
Sebelum tulisan singkat ini diakhiri para pemerhati tema-tema syariat diajak menelaah dan menyuarakan kesimpulan di bawah ini:
“Kerjakan perintah karena ia
diperintahkan! Tinggalkan larangan karena ia dilarang! Itulah hakikat
keikhlasan beribadah. Jangan abaikan perintah dan larangan hanya karena
tidak mengetahui hikmahnya! Para sahabat disifati teks-teks syariat
dengan pelbagai sifat mulia karena mengamini kebenaran dan kelayakan
sebuah hukum untuk dijalankan, meskipun mereka tidak mengetahui hikmah
penetapannya. Pengetahuan terhadap hikmah hukum tertentu tidak lain
kecuali penguat dan penarjih terhadap kelayakan hukum tersebut untuk
ditaati. Yakini dan amini hakikat syariat tersebut dengan menelaah
tulisan singkat ini sebagai salah satu contoh sederhana dalam hal ini!”
Sumber:
0 comments:
Post a Comment