VIVAnews - Tumpukan batu mirip piramida atau punden
berundak itu berada di pelosok kawasan pegunungan Desa Salebu, Kecamatan
Majenang, Cilacap, Jawa Tengah. Entah berapa lama ia teronggok di sana,
bisa ratusan atau mungkin ribuan tahun. Masyarakat sekitar
menyebutnya sebagai Gunung Padang, menjadikannya tempat keramat untuk
ritual tertentu. Keberadaannya baru terkuak pada khalayak luas lewat
media massa tahun 2008 lalu. Tak mudah untuk mencapai lokasi
Gunung Padang. Butuh waktu empat jam dari Desa Salebu, menyusuri hutan
pinus melewati sungai kecil Cikahuripan. Lalu masuk lagi ke hutan
lindung, menempuh perjalanan di jalan sempit, menerobos semak belukar.
Hingga sampai di sebuah mata air. Di sana, pengunjung diminta
melakukan ritual, berwudhu dan mengumandangkan azan. Perjalanan
dilanjutkan dengan menyusuri tebing menuju ke arah tumpukan batu
menjulang. Di pintu gerbang, ritual kedua dilakukan. Juru kunci
melemparkan sejumlah koin ke bebatuan. Sudah banyak recehan berserakan
di sana.
Suganda, nama juru kunci itu, lalu membakar kemenyan, komat-kamit mengucap mantera. Lalu, ia mengambil sebuah tongkat kecil, sepanjang tangan orang dewasa. Pria paro baya itu, menusukkannya ke batuan. Yang aneh, tongkat itu terlihat lebih panjang. "Ini pertanda kunjungan ke situs direstui," kata Ganda kepada VIVAnews. Dia menjelaskan, sudah lama warga sekitar mengkeramatkan tumpukan batu itu. Konon, cerita yang beredar, batu-batu itu adalah bahan bangunan untuk mendirikan keraton Kerajaan Padjajaran yang urung didirikan. Di sebelah kiri dan kanan situs ini terdapat gua. Kata Suanda, sebelah kanan mengeluarkan wangi harum, sementara yang di sebelah kiri bau amis. Pemerhati budaya asal Majenang, Hizi Firmansyah mengatakan, 30 persen situs telah rusak. Padahal tahun 2008 lalu ia masih terlihat kokoh. Yang tak kalah unik dari Gunung Padang Cilacap adalah batuan pembentuknya. Balok-balok batu granit yang terpahat rapi disusun teratur, rebah memajang ke arah timur. Ada batu segi empat, segi lima, dan segi enam. Rata-rata satu balok memiliki panjang 3 sampai 4 meter, setinggi 30 meter. Sebagian struktur tertimbun tanah. Pembuatnya, entah siapa, dipastikan menguasai teknologi maju. Salah buktinya, teknik kuncian batu yang bentuknya mirip formasi tetris. Yang jadi pertanyaan besar adalah, bagaimana bisa nenek moyang kita bisa membentuk dan menata batu-batu rapi itu di atas gunung yang dikelilingi hutan belantara.
Ahli geologi akan meneliti
Kini, setelah media ramai memberitakan struktur batu aneh di Gunung Padang Cilacap, ahli geologi dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Muhammad Aziz berniat memeriksa batuan yang ada di sana. Harus dibuktikan secara ilmiah, apakah ia merupakan manifestasi dari sebuah proses alamiah atau memang batuan tersebut terbentuk karena sebuah proses kreatifitas manusia pada zaman dahulu. Salah satu metode yang akan dilakukan yaitu dengan menelaah lokasinya pada peta geologi. Untuk mengetahui apakah di sana berpotensi muncul struktur batuan secara alamiah. Jika diketahui, batuan yang ada tidak sama dengan potensi jenis batuan yang terdapat di peta geologi, maka kemungkinan batuan tersebut merupakan buatan manusia. Tak hanya secara geologi, juga butuh kajian disiplin ilmu lain, yakni arkeologi dan sejarah untuk memastikan, apakah Gunung Padang Cilacap adalah situs sejarah, atau mungkin layak disebut situs purbakala. Juga untuk menentukan usia batuan itu.
Sumber: Vivanews.com
Suganda, nama juru kunci itu, lalu membakar kemenyan, komat-kamit mengucap mantera. Lalu, ia mengambil sebuah tongkat kecil, sepanjang tangan orang dewasa. Pria paro baya itu, menusukkannya ke batuan. Yang aneh, tongkat itu terlihat lebih panjang. "Ini pertanda kunjungan ke situs direstui," kata Ganda kepada VIVAnews. Dia menjelaskan, sudah lama warga sekitar mengkeramatkan tumpukan batu itu. Konon, cerita yang beredar, batu-batu itu adalah bahan bangunan untuk mendirikan keraton Kerajaan Padjajaran yang urung didirikan. Di sebelah kiri dan kanan situs ini terdapat gua. Kata Suanda, sebelah kanan mengeluarkan wangi harum, sementara yang di sebelah kiri bau amis. Pemerhati budaya asal Majenang, Hizi Firmansyah mengatakan, 30 persen situs telah rusak. Padahal tahun 2008 lalu ia masih terlihat kokoh. Yang tak kalah unik dari Gunung Padang Cilacap adalah batuan pembentuknya. Balok-balok batu granit yang terpahat rapi disusun teratur, rebah memajang ke arah timur. Ada batu segi empat, segi lima, dan segi enam. Rata-rata satu balok memiliki panjang 3 sampai 4 meter, setinggi 30 meter. Sebagian struktur tertimbun tanah. Pembuatnya, entah siapa, dipastikan menguasai teknologi maju. Salah buktinya, teknik kuncian batu yang bentuknya mirip formasi tetris. Yang jadi pertanyaan besar adalah, bagaimana bisa nenek moyang kita bisa membentuk dan menata batu-batu rapi itu di atas gunung yang dikelilingi hutan belantara.
Ahli geologi akan meneliti
Kini, setelah media ramai memberitakan struktur batu aneh di Gunung Padang Cilacap, ahli geologi dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Muhammad Aziz berniat memeriksa batuan yang ada di sana. Harus dibuktikan secara ilmiah, apakah ia merupakan manifestasi dari sebuah proses alamiah atau memang batuan tersebut terbentuk karena sebuah proses kreatifitas manusia pada zaman dahulu. Salah satu metode yang akan dilakukan yaitu dengan menelaah lokasinya pada peta geologi. Untuk mengetahui apakah di sana berpotensi muncul struktur batuan secara alamiah. Jika diketahui, batuan yang ada tidak sama dengan potensi jenis batuan yang terdapat di peta geologi, maka kemungkinan batuan tersebut merupakan buatan manusia. Tak hanya secara geologi, juga butuh kajian disiplin ilmu lain, yakni arkeologi dan sejarah untuk memastikan, apakah Gunung Padang Cilacap adalah situs sejarah, atau mungkin layak disebut situs purbakala. Juga untuk menentukan usia batuan itu.
Sumber: Vivanews.com
0 comments:
Post a Comment