Home » » Ternyata Para Dokter dan Ilmuwan Islam Sumber Referensi Sepanjang Sejarah

Ternyata Para Dokter dan Ilmuwan Islam Sumber Referensi Sepanjang Sejarah

Kedokteran Islam menitikberatkan kepada pencegahan. Tata cara mengambil air wudhu, serta menjaga kebersihan jasmani, menjauhkan diri dari alkohol dan puasa telah mendorong munculnya buku ilmiah tentang peraturan makanan di Andalusia Islam pada abad ke-12. Buku itu berjudul Le Liver de la diete (buku tentang diet) karangan Marwan bin Zuhri.

Sesungguhnya ilmu kedokteran Islam merupakan warisan dari masa lalu. Di Goundichapour, semenjak akhir abad ke-13, banyak berkumpul tabib-tabib dari India, Iran dan Mesir. Sesudah tahun 489, ketika sekolah di Edessa di Mesopotamia ditutup, tabib-tabibnya diterima di Goundchapour. Di situ pula ilmuwan-ilmuwan dan filososf-filosof dari Athena mendapat suaka ketika mereka diusir Kaisar Yustinian pada tahun 529. Ilmu kedokteran India dimasukkan di Goundchapour pada abad ke-6. Di kota itu dan Iskandariah, Islam memiliki dua pusat ilmu kedokteran yang besar.
Sebaliknya gereja Kristen –pada kurun waktu tersebut- menghalangi perkembangan ilmu kedokteran. Pada tahun 1215, dalam Konsili Latran, Paus Innocent III mengambil keputusan: “Dengan ancaman hukuman eks-komunikasi (dikeluarkan dari Jemaah Kristen) tiap tabib dilarang menyantuni orang orang sakit, jika orang sakit itu sebelumnya tidak melakukan pengakuan dosa. Karena penyakit adalah akibat dosa (Roger Garaudy, “Promesses de L’Islam”).

Karena keadaan mental seperti itu, pada 600 tahun yang lalu, fakultas kedokteran di Paris hanya mempunyai satu naskah yang meringkaskan semua ilmu kedokteran di dunia, dari semenjak zaman purba sampai dengan tahun 925. Naskah tersebut adalah karya seorang ilmuwan Islam, Ar Razi. Sekarang, patung Ar Razi dan Ibnu Sina didirikan di muka amphitheater di jalan Saints Peres, di Universitas Sorbonne.

Insklopedia besar tentang kedokteran karya Ar Razi (865-925) yang di Barat dinamakan Continens, merupakan satu-satunya buku ilmiah yang pengaruhnya meluas selama 10 abad. Karangan Ar Razi tentang cacar dan ‘gabag’ (variole) yang ditulis pada permulaan abad X, telah dicetak ulang 40 kali dari tahun 1498 sampai 1866. Selama hamper seribu tahun, sampai timbulnya Claude Bernard, seorang tabib Perancis (1813-1878) kaangan Ar Razi yang disalin dalam bahasa Latin oleh Farragut pada tahun 1279 atas perintah Raja Charles I dari Anjou, telah mempengaruhi ilmu kedokteran seluruh bangsa di Barat.

Pengaruh Ar Razi tersebut masih dapat dikalahkan oleh Ibnu Sina (Avicenne), yang dilahirkan dekat Bukhara pada tahun 980 dan meninggal di Hamadan pada tahun 1037. Karyanya, “Al Qanun fit Thibbi” (Canon de la medicine), disalin ke dalam bahasa Latin oleh Gerrad de Cremone (meninggal tahun 1187, Ken Arok masih ‘jumeneng di Kahyangan) sampai pada zaman reanaissance tetap merupakan Ensiklopedia Kedokteran Besar, oleh karena klasifikasinyayang jelas tentang penyakit-penyakit serta penyelidikan yang sistematis tentang gejala-gejalanya. Metode diagnostic tentang radang lever, pneumonia abses hati dan peritonite tetap merupakan metode yang klasik selama 8 abad (800 tahun).

Ibnu Sina dan Ar Razi, merupakan ‘jenius’ yang berbuat adil dalam memperlakukan ‘otak kanan dan otak kiri’. Keduanya adalah dokter, ahli fisika, filosof, theology, ahli syair, seniman dan budayawan. Begitu juga Ibnu Haitham (di Barat, namanya menjadi al Hazen). Ia dilahirkan di Basrah pada tahun 965 dan meninggal di Kairo pada tahun 1039. Ia adalah ahli metametika, astronom, insinyur, seniman, budayawan, dan ‘penulis’ karya karya tentang ilmu optik yang kemudian membuka jalan untuk sains eksperimental. Roger Bacon yang mendapat pendidikan ilmiah di universitas universitas Islam Spanyol, tidak segan-segan mengkopi “optic” Ibnu Haitham dalam bagian ke-5 dari bukunya “Opus Majus” yang dikhususkan untuk membicarakan soal perspektif. Buku itulah yang menjadikan Roger Bacon sebagai perintis metode eksperimen dan sains modern, untuk Barat.

Roger Bacon sendiri mengakui peminjaman-peminjamannya, sedikitnya dalam filsafat. Ia berkata: “Filsafat telah diambil dari Arabia dan tak ada orang lain yang dapat memahami kebijaksanaan dan filsafat secara baik jika ia tidak memahami bahasa aslinya” (“Metalogicus IV, 6). Wallahu a’lam bishowab.

Sumber

 
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...